CERPEN: ABANG GOJEK, LAGU METAL, DAN BUKAN KENCAN IMPIAN

            
           Boleh bercerita sedikit? Malam ini nggak tau kenapa kayak dibawa terbang ke kenangan hampir tiga tahun lalu ketika pertama kali naik Gojek (maklumin lah ya, eike orang kampung, belum adalah waktu itu ojeg online di kota kelahiran, beda macam sekarang yang udah rame banget) Jadi, jauh sebelum hari ini, sempat kemakan berita di internet juga sih kalau katanya banyak kejadian-kejadin nggak mengenakan yang melibatkan driver dengan CS-nya. Tapi, berhubung pagi itu aku haru interview di daerah Sudirman yang sama-sama kita ketahui betapa macetnya daerah tersebut terlebih rute dari dareah Cipinang-Sudirman, jadi dengan membuntal perasaan takut, aku memberanikan diri untuk Nge-gojek yang dipesankan oleh sepupu (dulu hp-ku jadul cuy, manalah bisa instal APk Gojek) dan Alhamdulilah Abang Gojek-nya seramah itu. Bahkan, selama tiga tahun ini hidup di Jakarta dan beberapa kali mengandalkan Jasa ojeg online, aku selalu dipertemukan dengan driver yang baik, nggak jarang juga di beberapa kesempatan mendapatkan abang driver dengan kelakuan ajaib, sampai abang driver yang bapernya kebangetan. Di mulai minta sarapan bareng lah persis ketika aku mau interview di Gramedia Palmerah, Abang Gojek yang minta menungguiku sampai acara selesai lah yang kutolak dengan mengatakan kalau aku akan dijemput sumai (yaelahhhh dilamar aja masih jauh dari penglihatan, boro-boro nikah) sampai Driver yang nge-chat paska mengantar sampai tujuan. 

             Nah, ini ada cerpen yang ditulis berdasarkan kisah nyata, ditujukan untuk mengikuti lomba menulis yang diselenggarakan oleh Penerbit DivaPress tahun lalu. Sayangnya, cerpen aku ini nggak bisa menembus pertahanan para juri, jadi kuputuskan untuk membaginya dengan kamu di sini.



Oleh: Riani Suhandi
 
http://www.cosmogirl.co.id/gallery/timthumb/timthumb.php?src=http://www.cosmogirl.co.id/gallery/teaser/3b9ecf20a62bf410b4c01f6f3d1b429e.jpg&h=480&w=640&a=t
         

                Nyatanya terik matahari lebih panas dari saat melihat gebetan memajang foto mesra dengan sang pacar di akun Instagram, membuatku memilih berteduh di bawah pergola Stasiun Klender sembari memindai sekeliling, dan seketika nelangsa mendapati kenyataan kalau saja bukan penyandang status jomblo tahunan, bisa saja saat itu aku mengandalkan pasangan, bukan malah berdiri menjinjing kotak berisi selusin donat J.Co sebagai buah tangan sembari kebingungan dengan siapa harus mencari alamat yang bahkan tak tahu di mana.
Beruntung, Jakarta seterbuka itu untuk segala kemungkinan termasuk adanya ojeg online berseragam hijau dari dua perusahaan berbeda yang berseliweran mengisi jalan. Sehingga, memudahkan kaum jomblo sepertiku mendapat tumpangan dengan jaminan selamat sampai tujuan meski sepanjang jalan hanya bisa diisi dengan kekosongan, sedikit obrolan, boro-boro pelukan. Namun tetap saja, selain membayar sekian belas ribu rupiah, aku berjanji dalam hati akan menjadi pelanggan setia angkutan bebrasis online besutan Nadim Makariem tersebut ketika tiba di tempat yang dituju paska memesan Gojek melalui aplikasi di ponsel, dan tersesat bersama si Abang berjaket hijau sampai bertanya ke sana ke mari.
Makadari itu, ketika sorenya berniat pulang, aku memutuskan untuk kembali memanfaatkna aplikasi Gojek di ponsel. Yay! Satu driver didapat, dari fotonya kuterka seorang laki-laki setengah abad yang mungkin sudah beranak dua bahkan tiga dengan istri semanis gula.
Kak, tunggu ya.  Rumahnya nomer berapa? Maaf saya nggak ada
pulsa buat telepon.

Satu pesan pada aplikasi WhatsApp tanpa gambar diri muncul di layar
virtual. Setelah membalasnya, kutunggu si bapak sesabar menanti jodoh di depan gerbang sampai datanglah pemuda seusiaku yang membuat kening berkerut samar. Kuobservasi dia dari puncuk helm sampai ujung jempol kaki, dan aku bergidig ngeri karena penampilannya mengingatkan pada preman-preman dalam sinetron kejar tayang dengan celana jeans robek-robek, kaus you can see belel, kalung rantai ala anak hip hop, dan... oke tindikan pada telinga terlihat saat ia membuka helm.
            Merapikan rambut jabriknya, ia tersenyum miring sebelum bertanya menyebutkan namaku.
            “Iya benar.”  Aku pun menjawab takut-takut. Lantas, setelah memakai helm darinya dan duduk di atas motor, aku berdoa dalam hati agar Tuhan melindungiku sampai tujuan tak kurang satu pun. Ah ayolaaah, jangan munafik, apa yang terlintas dalam benak kamu jika melihat pemuda berpenampilan seperti si Abang?  Bengis? Kasar? Karenanya manusiawi, toh? Kalau ketika itu aku diliputi ketakutan? Mengingat kalau seharusnya bukan pemuda itu yang mengantarku ke Stasiun Klender melainkan si Bapak Setengah Abad sesuai dengan foto di aplikasi Gojek. Meski, seringanya quotes yang bertebaran di media sosial selalu mengatakan untuk tidak menilai dari apa yang tampak di permukaan, Namun, sialnya si penulis quotes itu benar, meruntuhkan penilaian buruk untuknya ketika si Abang mulai membuka percakapan.
“Kakak bingung, ya, kenapa saya nggak sama kayak foto di aplikasi?”
            Kunaikkana kaca helm sebelum menjawab, namun aroma maskulin dari si Abang yang baru kusadari wangi banget ini malah membuatku hanya bisa mengangguk. Dan, tanpa diminta ia menjelaskan kalau dirinya adalah ‘driver sambung’ akun sang paman yang memilih resign dari Gojek. Dan, berhubung si Abang baru saja kena PHK perusahaan sebelumnya, ia memilih untuk mengantikan pamannya tersebut.
 “Luamyan, lah, Kak, buat ngerokok. Daripada di rumah terus sering kena omel Ibu.” Katanya di akhir cerita, dan untuk pertamakali sejak pertemuan kami aku merasa lebih nyaman, bahkan sampai tertawa menggelegar mendengar ucapan barusan.
Merasa mendapatkan respon positif dariku, si Abang kembali bercerita kalau dirinya adalah lulusan D3 sebuah univeristas swasta, dan vokalis sebuah band indie beraliran metal yang kutanggapi dengan mengataan kalau salah seorang temanku juga vokalis band dengan aliran musik serupa, membuatnya antusias dan tanpa permisi si Abang ber-scream-ria menyanyikan lagu entah apaan tahu, membuatku ingin lompat dari motor saja gara-gara menjadi pusat perhatian pengendara lain. Alih-alih melakukannya, aku sekali lagi malah tertawa dan syukur alhamdulillah kuucapkan pada Tuhan karena si Abang menghentikan pertunjukannya, lantas mulai mebicarakan banyak hal seolah kami adalah sahabat ceria yang sudah lama tak berjumpa.
Tanpa kusadari, kalau si Abang mulai baper.
“Terima kasih, ya, Kak Riani. Sukses terus, ya.” Kata si Abang saat kami tiba di tujuan paska aku memberinya sekian rupiah sebagai ongkos dan tips yangtak seberpa .
“Sama-sama, Bang. Semangat nyari kerjanya dan sukses juga untuk band-nya, ya.”
Dengan diikuti tatapan si Abang, aku melenggang santai menuju area Stasiun Klender sembari berpikir kalau pertemuanku dengan dia hanya salah satu dari sekian pertemuan tanpa arti. Namun, rupanya berbeda untuk dia karena ke esokan harinya notifikasi WhatsApp-ku berbunyi. Saatku buka, profil picture laki-laki berambut gondrong membutaku mengerenyit. Wohaaa! Si Abang Gojek.
Kak, ini nomernya aku save, ya, boleh nggak?
Seketika alarm dalam kepalaku menyala. Jadi, sambil memutar otak harus menjawab apa, segera kuganti profil picture dengan foto anak sahabat dekat sebelum kubalas pesan sebelumnya.
Oke.
Si Abang mengetik, aku ketar-ketir sendiri, dan… kena!
            Itu anaknya, Kak?
            Sambil mesam-mesem kujawab saja iya. Dan si Abang memberiku emot nyengir lebar.
            Aku kira masih single.
            Ah, kutaruh ponsel jauh-jauh, memilih mengabaikannya saja. Maaf, Bang, bukannya tak mau memberi kesempatan bahkan hanya untuk sekedar (mungkin) bersilaturahim, hanya saja dinyanyikan lagu beraliran metal dan sejenisnya di atas motor bukanlah salah satu kencan impianku.

 **TAMAT**

kalau kamu, punya pengalaman mengesankan apa selama memanfaatkan jasa ojek online?  

PS: aku bisa ditemukan di Instagram @Rainisuhandi, lho.  Dan, maaf ini bukan iklan.

Comments

Popular Posts