Nobody Ever Really Knows How Much Anybody Else is Hurting.

 





Aku tangah kembali membaca ulang novel TAOL (The Architecture of Love) yang dutulis oleh Ika Natassa, salah satu penulis favoritku. Novel tersebut berkisah mengenai Raia dan River yang sama-sama tengah dalam ‘pelarian’ di New York, mencoba bersembunyi dari masa lalu yang masih saja menghantui sembari berharap ‘menemukan’ sesuatu di sana.

Ah, tapi tujuanku menulis ini bukan untuk mereviu novel tersebut, hanya saja saat tiba pada halaman 119, ada narasi dari sebuah adegan yang berhasil menyentilku tepat di ulu hati, berlanjut pada anggukan kepala sebelum bergumam sendiri, “I know how it feels. Been there done, that.”

Jadi, sudah hampir satu tahun (kalau nggak salah ingat) River ‘bersembunyi’ di New York. Suatu sore, saat dia kembali ke apartemen Aga, Sang Adik, pasca melakukan ‘rutinitas jalan-jalannya’ bersama Raia sebulan belakangan, rupanya Aga tengah VC dengan Ibu di Tanah Air. Long short story, Ibu menyerukan kerinduannya pada River. “Ibu rindu, Bang.” Katanya.

Dan, kamu tahu? Saat membaca narasi berikutnya aku benar-benar tertegun, mengangguk-anggukan kepala dan bergumam sendiri karena seperti membaca diri sendiri setahun lalu. 

Jadi, seperti ini; River tidak pernah tidak seperti diremas setiap mendengar ibunya berkata begitu. Saya juga rindu, Bu, ingin pulang, tapi entah kenapa setiap membayangkan menginjakkan kaki di Jakarta lagi, saya ingin menangis, Bu.

Akhir 2019 sampai pertengahan tahun 2020 bukan lah waktu yang mudah untuk kulalui. Luka, amarah, sakit, sedih dan kecewa masih saja menderu-deru di hati dan kepala pasca dia memilih berlalu. Semua perasaan itu berhasil membuat kekosongan di balik rongga dada yang semakin menjadi-jadi setiap harinya terlebih saat pandemi mulai menginvasi.

Di awal-awal masa pandemi, penyekatan ada di mana-mana, sama seperti kebanyakan orang aku pun nggak bisa pulang ke rumah, terjebak di ibu kota seorang diri sebagai pekerja perantauan. Jujur, sedih nggak bisa dihindari, kesepian menjadi teman keseharian, apalagi harus melewati ramadan dan lebaran di koskosan. Namun, aku tak bisa membohongi diri sendiri kalau di antara sedih ada perasaan lega yang nggak bisa kusembunyikan karena nyatanya aku tak harus mencari-cari alasan saat menunda kepulangan untuk melepas kerinduan dan merayakan idulfitri bersama semua kesayangan.

Karena, tak ada yang pernah tahu, pasca berpisah dengan seseorang yang pernah kuanggap rumah, salah satu ketakutan terbesarku di antara ketakutan-ketakutan yang lain adalah menginjakkan kaki di rumah. Hal itu terjadi bukan tanpa alasan, persis River dalam novel TAOL aku rindu, aku pun ingin pulang, tapi setiap kali membayangkan kembali menginjakkan kaki di kampung halamam terlebih rumah, aku ingin menangis karena segala kenangan yang sudah susah payah kutenggelamkan ke dasar ingatan selalu ikut bermunculan bersamaan dengan hadirnya sosok itu dalam kepala.

Terdengar konyol, kan? Namun saat itu yang kutahu harus kulakukkan adalah menunda pulang sampai hati benar-benar tenang. Tapi, pada suatu sore wajah Mama muncul di layar virtual, sembari berderai air mata ia bertanya, “Neng kapan pulang? Mama kangen.”

Persis seperti River, aku nggak tahan melihat Mama memelas seperti itu. Sembari berharap nggak menjadi anak durhaka karena sudah membuat Mama kangen sampai menangis, aku berjanji akan pulang di bulan berikutnya yang Alhamdulillah bisa ditepati.

Well... benar rupanya kata Mbak Ika dalam novel TAOL kalau nobody ever really knows how much anybody else is hurting. Jadi, be nice to the other is a wise thing to do, jangan terlalu cepat untuk menghakimi adalah hal kecil yang bisa kita lakukan karena kita nggak pernah tahu apa yang sedang atau telah orang lain lalui.


BTW, Novel TAOL ini akan segera diangkat ke layar lebar, lho. Kalau nggak salah, pemeran tokoh Raia adalah Putri Marino. Sementara pemeran untuk tokoh River masih dirahasiakan (Mas NicSap, plis. Ehehe)


RIANISUHANDI, 2021


Comments

Popular Posts