A cup of Tea (The rejected short story)


entahlah ya, gara-gara ganti password, semua account google author  harus mulai dari awal semua termasuk site ini, jadi dengan berat hati meninggalkan blog yang dulu demi blog yang baru ini. Hell yeah, rada bete memang, ibarat makan ketupat tapi rasanya pisang goring *apa sih*
Okelah, tulisan perdana yang author posting di sini sebenarnya cerita yang pernah author lombain, tapi di reject oleh penerbit *sempat nangis Bombay*
Jadi daripada cerita ini cuma mengendap di data D netbook author, dengan senang hati author bagi cerita ini.
Here we go...
LIHAT SAJA NANTI

Riani Suhandi


Bahkan orang tuaku menilai dia ‘jahat’, entahlah, aku sudah berjuang untuknya sampai saat itu, dia yang aku cintai, dia yang aku inginkan, dan hanya dia yang membuat jantungku berdebar begitu kencang walau hanya namanya saja yang terdengar. Tentu dia tampan, dan aku mencintainya, tapi itu tidak menjamin kalau dia mencintaiku seutuhnya.

Perkenalan yang sangat aneh dengannya, FACEBOOK adalah tempat dimana aku mengenalnya, tampang imut yang terpajang di profilnya berhasil membuatku tertarik, dan dia pun ternyata tertarik padaku—setidaknya itulah yang aku pikirkan karena dia membalas sapaanku ketika aku menyapanya dengan mengirim emoticon smile ke inbox-nya. Saat itu aku baru saja putus dari mantanku terdahulu yang lebih memilih gadis lain di banding aku yang sudah menjadi pacarnya selama hampir satu tahun, but life must goon, makadari itu aku mendekati laki-laki imut itu, sebut saja namanya Arga. Kesan awal... ASIK, oke tidak ada yang salah, namun perasaanku tetap salah karena bayang-bayang mantanku terdahulu masih saja mengganggu, apalagi ia sering membuatku gerah dengan memajang foto mesranya dengan gadis itu, jadi suatu malam ada iblis jahat yang membisiku, aku meminta Arga untuk menjadi pacarku, tepatnya saat itu kita berpura-pura pacaran hanya untuk membuat mantanku itu mendidih. Ya, berhasil! dan aku memiliki pacar baru.

Sial! Kau pasti pernah mendengar kalau cinta bisa tumbuh tanpa di rencanakan, dan itu berlaku untukku. Aku benar-benar jatuh cinta pada Arga, bahkan bisa di katakan aku cinta mati padanya. Bukan masalah, kan? Tentu, karena pada dasarnya kita saling tertarik, dan kita masih sama-sama sendiri. Well... pada akhirnya hubungan yang pura-pura itu menjadi hubungan yang sesungguhnya. WE ARE DATTING!! Yaaaa... The world becomes shine for me.

Sebulan, dua bulan, tiga bulan... Damn! He is so perfect. Dia sungguh Peduli padaku, setidaknya dia selalu melarangku untuk memakai baju yang terlalu ketat dengan alasan laki-laki lain akan melihat. Oke, bukan sinyal yang buruk. Dia juga selalu mengajakku makan, dan... dan... dan aku yang selalu membayar makanannya. Oke... setidaknya dia selalu mengingatkanku untuk makan dengan cara yang... unik? Dia juga selalu berusaha menjaga komunikasi denganku walau kadang-kadang aku harus mengiriminya pulsa agar dia bisa menghubungiku. Oke... at least dia berusaha agar komunikasi kita berjalan lancar walaupun sepertinya aku yang terlalu banyak berkorban, but  IT WASN’T A BIG DEAL karena kau pasti sudah tahu kalau cinta itu buta, love is blind, kotoran ayam pun bisa menjadi coklat untuk orang-orang yang tengah mabuk kepayang, dan sialnya itu pernah terjadi padaku.

Aku sepertinya memang terlalu banyak berkorban, bukan hanya materi, namun juga waktu, tenaga, bahkan air mata.  Apa yang kurang dariku? Mungkin banyak, tapi belum cukupkah pengorbananku selama ini untuknya? Aku rasa tidak! Tapi kenapa dia memperlakukanku seperti itu?! Oh Tuhan... aku jadi ingat di hari ulang tahunnya aku rela berbohong pada orang tuaku agar aku dapat menemuinya di kota asing yang jarang sekali aku datangi, Jakarta, aku datang dengan membawa kue dan sebuah jam sebagai hadiah kejutan ulang tahunnya, ah sebenarnya kejutan sesungguhnya adalah aku yang tiba-tiba datang ke kostan dekat kampsunya hanya untuk mengucapkan selamat ulang tahun padanya. Aku sudah berhayal dia akan menyambutku dengan wajah sumringah, tatapan mesra, dan sebuah pelukan hangat, tapi kenyataannya? Aku seperti terjatuh dari sepedah dan lututku berdarah, MENYAKITKAN! Dengan wajah dingin dia menyambutku. Apa aku salah? Apa tidak boleh mengunjungi kekasihnya yang sedang ulang tahun? Baiklah... baiklah aku mengaku salah karena telah membohongi orang tuaku, tapi itu bukan point pentingnya, point pentingnya dari tanggapan dia yang dingin itu adalah karena ternyata diam-diam dia masih sangat amat mencintai mantannya yang terdahulu. Ibarat petir amarahku menggelegar, tapi sungguh aku tidak bisa berbuat banyak karena... ayolah... aku mencintainya, dan cintaku ini telah membutakan mata hatiku.

Hubunganku masih terus berlanjut, hambar... tidak, bukan karena aku sudah hilang perasaan padanya, melainkan dia yang sudah menghilagkan rasa asam manis dalam hubungan ini. Aku tetap mencintainya walau dia... aku tidak tahu pasti. Aku terus berusaha menjaga hubungan ini agar tetap ada, memaksakan sebenarnya. Well... aku masih terus ingin menjadi seseorang yang selalu berada di sisinya dalam keadaan apapun, bahkan saat dia menganggapku seolah tak ada aku selalu mendukungnya, aku tetap datang ke acara besarnya, sidangnya, dan itu artinya aku harus kembali menginjakkan kakiku di kota itu, Jakarta. Aku pergi seorang diri, bayangkan setelah aku bergelut dengan soal-soal UAS di kampusku, aku harus pergi ke kota itu dengan naik kendaraan umum yang jauh dari kata nyaman, oke... baik... itu bukan masalah, masalahnya adalah kaca mataku tertinggal, dan mataku yang siwer ini membuatku salah naik jurusan. Well.. aku kembali mencari kendaraan lain, masalah terselesaikan. Karawang-Jakarta tidak terlalu jauh, satu atau dua jam sudah sampai, dan itu juga bukan masalah untukku karena mambayangkan bisa bertemu dengan Arga, dan melihat wajahnya saja sudah berhasil membuat wajahku merona, tapi...

            “Kenapa kesini?” itu pertanyaan yang meluncur dari Arga saat melihatku.

Aku tertohok, apa-apaan dia? Aku jengkel, tapi kenapa kemeja putih yang dipakainya begiu membuat dia  sangat tampan? “Aku ingin memberimu semangat, agar sidangnya lancar...”

            “Oh... terimakasih, tapi kamu nggak harus kesini, kan jauh.”

            “Nggak masalah kok.”

            “Oh, aku nggak bisa lama-lama, mau siap-siap buat nanti sidang,” dan... dia-pun pergi begitu saja.

Oh tampar aku... tampar aku, agar aku yakin itu adalah kenyataan! Arga menyambutku dengan tidak bersahabat, dia terlihat seolah tidak senang dengan kehadiranku, jika itu terjadi saat ini pasti aku akan langsung meninju wajahnya, dan mematahkan hidung mancungnya, tapi... saat itu aku begitu mencintainya, jadi aku menerima dengan senang hati segala perlakuannya padaku. Well... aku sudah cukup puas bertemu dengan Arga, dan memberinya semangat walaupun perjalanan pulang kali itu lebih menyebalkan karena aku tersesat, pastinya aku panik! Tapi... Tuhan masih bersamaku sampai akhirnya aku bisa sampai di  rumah tak kurang satu apapun.

Tanggal berubah, hari berubah, kalender berubah, dan Arga pun semakin berubah. Perlakuan Arga padaku sudah tidak bisa di toleransi—itu berlaku bagi teman-temanku, bukan untuku karena semuanya masih wajar bagiku. Aku sadar dia semakin dingin padaku, menganggapku seolah aku hanyalah sebuah bayangan, kasarnya dia sama sekali tidak menghargaiku sebagai kekasihnya. Untuk masalah kesetiaan aku beri dia nilai lima puluh, setidaknya dia tidak menjalin hubungan dengan orang lain ketika masih bersamaku, walaupun sering sekali aku memergokinya jalan dengan gadis lain, dan mendapati SMS-SMS mesra darinya untuk nomor asing, tapi hanya sebatas itu. Bukan sekali, bukan dua kali, mungkin empat kali dia melakukan hal seperti itu. Aku? Menangis tentu saja, kecewa sudah pasti, dan sakit luar biasa, tapi sekali lagi aku tekankan aku masih tetap berjuang untuknya. Ya... ya... ya.. aku gadis bodoh, itu yang ingin kaukatakan?

Seperti yang sering aku dengar kalau the patience is limited, dan aku memberlakukan hal itu pada diriku. Memang benar aku mencintai Arga, tapi... ayolah kadang hati wanitapun bisa sedikit nakal. Laki-laki itu, sebut saja Adit, senior tampan yang berhasil membuatku sedikit lupa kalau aku sudah memiliki kekasih. Aku mengejarnya, ya tentu saja secara halus, menitipkan salam untuknya melalui temanku, tapi... NO RESPONSE! Dia ternyata telah memiliki kekasih, aku sedih? Sepertinya, tapi dari situ aku tahu kalau dia laki-laki yang setia. Kau tahu lagu Teri yang berjudul Lihat Saja Nanti? Itu laguku untuknya, suatu saat nanti kau milikku. Oh... Cinta, ada apa dengan cinta? Tetap saja hati dan pikiranku masih milik Arga, Argaku sayang... Argaku yang pada akhirnya memilih untuk memutuskanku.

Satu tahun sepertinya cepat berlalu. Adit telah berpisah dengan pacarnya, dan kejutan besar untukku karena ia balik mengejarku. Senang? Pastinya karena ayolah... laki-laki yang dulu kaukejar sekarang ada di posisimu yang dulu mengejarnya, tapi akupun dilema karena saat itu aku masih belum berpisah dari Arga. Kembali lagi pada saat Arga memutuskanku, dengan alasan apa? Adit yang di jadikan kambing hitamnya. Dia tahu kalau aku sering berkirim pesan dengan Adit, dia tahu kalau aku pernah jalan dengan laki-laki itu, sepertinya dia tahu segalanya. Dia ingin memutuskanku? Tidak bisa! Aku tidak mau karena aku mencintainya, dan hal buruk bagi setiap orang adalah kehilangan orang yang ia cintai. Aku masih akan tetap berjuang untuknya sampai kapanpun.

Oh... Cinta, terkadang dalam perjuangan kita memang harus memilih, seperti memilih baju di tumpukan obral besar-besaran, kita pasti akan mencari yang baik dari yang terbaik. Apalagi yang aku cari? Adit menantiku, aku tekankan kalau dia laki-laki yang sangat baik, aku harus mencari kemanalagi laki-laki seperti itu? Jelas-jelas dia ada di depan mata. Akhirya aku berada di satu titik yang memaksaku untuk memilih, memilih Adit dan meninggalkan Arga yang... ya mereka bilang jahat, dia memang jahat, dan aku pernah berkata pada diri sendiri, lihat saja nanti, itupun berlaku untuknya, suatu hari nanti dia akan menyesali perbuatannya padaku, dan itu terbukti.

            “Agra menyesal sudah menyia-nyiakan kamu...”

Terlambat, bagiku benar-benar terlambat karena Adit sudah berhasil mengganti tempatnya. Ah Adit, dia meyakinkanku bukan hanya dengan perbuatannya yang sungguh-sungguh padaku, tapi juga dengan kata-kata yang membuatku, bahkan gadis lain akan merinding mendengarnya.

            “Kau tahu? Jodoh memang Tuhan yang menentukan, tapi setiap orang harus bisa menemukan cintanya sendiri. Apa yang kita jalani sekarang yakinilah bahwa itu benar. Jika Tuhan berkehendak lain, semoga itu memang yang terbaik. Tapi... aku ingin kita berdoa dan terus berusaha bersama untuk mempertahankan, dan membuat akhir yang indah untuk kita...”

Adit... dialah aku sekarang, kedepannya? Aku tidak tahu, lihat saja nanti.

Comments

Popular Posts