UNTUK KESEKIAN KALINYA, KAMU
Ah,
ini adalah satu bulan terpanjang yang pernah kumiliki, dilalui dengan
perdebatan di malam-malam panjang, dan aku lelah.
Bukan
dengan siapa-siapa sebenarnya, melainkan diri sendiri. Dan, aku kalah, aku menyerah
untuk memendam kemarahan lebih lama, untuk memupuk kebencian pada kamu lebih
giat lagi karena pada akhirnya di malam paska hujan mengguyur keramian kota ini
aku meraih ponsel, membiarkan kesepuluh jari bergerak-gerak pada layar virtual,
mencari nama kamu di kontak telepon.
Nggak,
bukan untuk memuntahkan segala kekecewaan, bukan juga menuntut maaf , melainkan
mengirimkan ucapan selamat pada kamu dan dia yang akan segera disatukan dalam sebuah
ikatan halal.
Kamu
tahu? Aku kira semuaa akan sama mudahnya dengan menyapu remah-remah roti dari
atas lantai, atau bahkan sama plongnya dengan bersendawa, namun ternyata semua
masih sama terasa berat, terlebih kamu malah mengucapkan sesuatu yang nggak
seharunya aku dengar di ujung perpisahan.
Yang
aku mau cuma ikhlas, ikhlas mengakhiri masa penantian yang pernah kamu janjikan,
ikhlas menghadapi kenyataan kalau sudah nggak ada lagi rumah untukku kembali, ikhlas kalau kamu menyerah untuk aku, dan memilih dia
sebagai pelabuhan terakhir kamu, ikhlas kalau akau akan benar-benar kehilangan
kamu, dan ikhlas pada semua skenario Tuhan.
Untuk
kamu yang mengatakan pernah begitu bangga memiliku, aku nggak bisa berpura-pura
bahagia untuk semuanya—hanya belum.
AKU
Comments
Post a Comment